Sejarah nama Kalimantan Dikutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial Lokal Kalimantan Timur (Sugeng Adnan, 1995:34-35), Nama Kalimantan terdiri atas dua suku kata, yaitu “kali” dan “mantan”. Kali berasal dari Bahasa Jawa yang maksudnya sungai, sedangkan mantan berasal dari Bahasa Banjar, yaitu kata jumantan atau intan jumantan yang artinya kumpulan beberapa macam warna intan, disebut intan berlian atau ratna mutu manikam. Jadi, pulau itu dinamakan Kalimantan karena di situ terdapat sungai yang banyak mengandung intan berlian berlian atau ratna mutu manikam. Itulah cerita asal mula nama Kalimantan.
Nama Kalimantan (toponim: Kalamantan,
Calémantan, Kalémantan, Kelamantan, Kilamantan, Klamantan, Klémantan,
K’lemantan, Quallamontan) atau disebut juga Borneo sejak jaman kolonial, adalah
pulau terbesar ketiga di dunia yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di
sebelah barat Pulau Sulawesi. Pulau Kalimantan dibagi menjadi wilayah Indonesia
(73%), Malaysia (26%), dan Brunei (1%). Pulau Kalimantan terkenal dengan
julukan “Pulau Seribu Sungai” karena banyaknya sungai yang mengalir di pulau
ini.
Pada zaman dahulu, Borneo, yang berasal dari
nama kesultanan Brunei adalah sebutan nama yang dipakai oleh kolonial Inggris
dan Belanda untuk menyebut pulau ini secara keseluruhan, sedangkan Kalimantan
adalah nama yang digunakan oleh penduduk bagian timur pulau ini yang sekarang
termasuk wilayah Indonesia termasuk wilayah utara pulau ini (Sabah, Brunei,
Sarawak) untuk Malaysia dan Brunei Darussalam. Sementara untuk Indonesia
wilayah Kalimantan Utara, adalah provinsi Kalimantan Utara. Dalam arti luas
“Kalimantan” meliputi seluruh pulau yang juga disebut dengan Borneo, sedangkan
dalam arti sempit Kalimantan hanya mengacu pada wilayah Indonesia.
Secara
etimologi asal usul nama Kalimantan tidak begitu jelas. Sebutan kelamantan
digunakan di Sarawak untuk menyebut kelompok penduduk yang mengonsumsi sagu di
wilayah utara pulau ini. Menurut Crowfurd, kata Kalimantan adalah nama sejenis
mangga (Mangifera) sehingga pulau Kalimantan adalah pulau
mangga, namun dia menambahkan bahwa kata itu berbau dongeng dan tidak populer.
Mangga lokal yang disebut klemantan ini sampai sekarang banyak terdapat di
perdesaan di daerah Ketapang dan sekitarnya, Kalimantan Barat.
Selanjutnya menurut C. Hose dan
Mac Dougall, “Kalimantan” berasal dari nama-nama enam golongan suku-suku
setempat yakni Iban (Dayak Laut), Kayan, Kenyah, Klemantan (Dayak Darat),
Murut, dan Punan. Dalam karangannya, Natural Man, a Record from Borneo (1926),
Hose menjelaskan bahwa Klemantan adalah nama baru yang digunakan oleh bangsa
Melayu. Namun menurut Slamet Muljana, kata Kalimantan bukan kata Melayu asli
tapi kata pinjaman sebagai halnya kata Malaya, melayu yang berasal dari India
(malaya yang berarti gunung).
Pendapat yang lain menyebutkan bahwa Kalimantan atau Klemantan berasal dari
bahasa Sanskerta, Kalamanthana yaitu
pulau yang udaranya sangat panas atau membakar (kal[a]: musim, waktu dan
manthan[a]: membakar). Karena vokal a pada kala dan manthana menurut kebiasaan
tidak diucapkan, maka Kalamanthana diucap Kalmantan yang kemudian disebut
penduduk asli Klemantan atau Quallamontan yang akhirnya diturunkan menjadi
Kalimantan. Terdapat tiga kerajaan besar (induk) di pulau ini yaitu Borneo
(Brunei/Barune), Succadana (Tanjungpura/Bakulapura), dan Banjarmasinn (Nusa
Kencana). Penduduk kawasan timur pulau ini menyebutnya Pulu K’lemantan, orang
Italia mengenalnya Calemantan dan orang Ukraina : Калімантан.
Dalam bahasa Jawa, istilah nama Kalimantan
berarti “Sungai Intan”. Sepanjang sejarahnya, Kalimantan juga dikenal dengan
nama-nama yang lain. Kerajaan Singasari, misalnya, menyebutnya “Bakulapura”
yaitu jajahannya yang berada di barat daya Kalimantan. Bakula dalam bahasa
Sanskerta artinya pohon tanjung (Mimusops elengi) sehingga Bakulapura mendapat nama Melayu menjadi
“Tanjungpura” artinya negeri/pulau pohon tanjung yaitu nama kerajaan
Tanjungpura yang sering dipakai sebagai nama pulaunya. Sementara dalam Kerajaan
Majapahit di dalam Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365 menyebutnya
“Tanjungnagara” yang juga mencakup pula Filipina seperti Saludung (Manila) dan
Kepulauan Sulu.
Dalam
hikayat Banjar, sebuah kronik kuno dari Kalimantan Selatan yang bab terakhirnya
ditulis pada tahun 1663, tetapi naskah Hikayat Banjar ini sendiri berasal dari
naskah dengan teks bahasa Melayu yang lebih kuno pada masa kerajaan Hindu, di
dalamnya menyebut Pulau Kalimantan dengan nama Melayu yaitu pulau “Hujung Tanah“. Sebutan nama Hujung Tanah ini muncul
berdasarkan bentuk geomorfologi wilayah Kalimantan Selatan pada zaman dahulu
kala yang berbentuk sebuah semenanjung yang terbentuk dari deretan Pegunungan Meratus dengan daratan yang berujung
di Tanjung Selatan yang menjorok ke Laut Jawa. Keadaan ini identik dengan
bentuk bagian ujung dari Semenanjung Malaka yaitu Negeri Johor yang sering
disebut “Ujung Tanah” dalam naskah-naskah Kuno Melayu. Semenanjung Hujung Tanah
inilah yang bersetentangan dengan wilayah Majapahit di Jawa Timur sehingga
kemudian mendapat nama Tanjungnagara artinya pulau yang berbentuk
tanjung/semenanjung.
Sebutan nama lain Kalimantan adalah “Nusa Kencana” sesuai dalam naskah-naskah Jawa Kuno seperti dalam Ramalan Prabu Jayabaya dari masa kerajaan Kadiri (Panjalu), tentang akan dikuasainya Tanah Jawa oleh bangsa Jepang yang datang dari arah Nusa Kencana (Bumi Kencana). Memang terbukti sebelum menyeberang ke Jawa, tentara Jepang terlebih dahulu menguasai ibukota Kalimantan saat itu yaitu Banjarmasin. Nusa Kencana sering pula digambarkan sebagai Tanah Sabrang yaitu sebagai perwujudan Negeri Alengka yang primitif tempat tinggal para raksasa di seberang Tanah Jawa. Di Tanah Sabrang inilah terdapat Tanah Dayak yang disebutkan dalam Serat Maha Parwa.
No comments:
Post a Comment