Peran Demang Lehman Dalam Perang Banjar

   A. Kilas Balik Demang Lehman Dalam Perang Banjar
Perlawanan rakyat terhadap Belanda mulai berkobar di daerah-daerah yang dipimpin oleh Pangeran Antasari yang berhasil menghimpun 3.000 orang dan menyerbu pos-pos Belanda. Pos-pos Belanda di Martapura dan Pangaron diserang oleh Pangeran Antasari pada tanggal 28 April 1859. Disamping itu, kawan-kawan seperjuangan Pangeran Antasari juga telah melakukan penyerangan terhadap pasukan-pasukan Belanda yang dijumpainya. Pada saat Pangeran Antasari mengepung benteng Belanda di Pengaron ( Soeri Soeroto, 1973 : 171).

Kyai Demang Lehman atau yang lebih dikenal Demang Lehman dengan pasukannya telah bergerak di sekitar Riam Kiwa dan mengancam benteng Belanda di Pengaron. Lalu bersama-sama dengan Haji Nasrun pada tanggal 30 Juni 1859, ia menyerbu pos Belanda yang berada di istana Martapura. Dalam bulan Agustus 1859 Kyai Demang Leman bersama Haji Buyasin dan Kyai Langlang berhasil merebut benteng Belanda di Tabanio. 

Pada tanggal 27 September 1859 pertempuran juga terjadi di benteng Gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kyai Demang Leman dengan para pasukannya. Dalam pertempuran ini kekuatan pasukan Demang Leman ternyata lebih kecil dari kekuatan musuh, sehingga ia terpaksa mengundurkan diri. Karena rakyat berkali-kali melakukan penyerangan gerliya, maka Belanda yang menduduki benteng tersebut dalam waktu yang beberapa lama kemudian merusak dan meninggalkannya. Ketika meninggalkan benteng, pasukan Belanda mendapatkan penyerangan terhadap pasukan Kyai Demang Leman yang masih aktif melakukan perang gerliya di daerah sekitarnya.
                                          Gambar : Demang Lehman

Sementara itu, pada tanggal 2 Oktober 1861, Kyai Demang Leman atas kemauannyan sendiri menyerah terhadap belanda, yang mana membuat lemah para pejuang lainnya. Hal itu disebabkan kurangnya bahan makanan. Namun, atas penangkapan diri Pangeran Hidayat, yang diasingkan ke Jawa pada tanggal 3 Februari 1862, menimbulkan kekesalan pada diri Kyai Demang Leman. Tuntutan untuk pembatalan pengasingan ke Jawa oleh Kyai Demang Leman dan rakyat, tidak mendapat perhatian dari pihak Belanda. Akhirnya,  Kyai Demang Leman kesal dan melarikan diri dari lingkungan Belanda. Ternyata,  mengadakan perlawanan lagi terhadap pihak belanda.

Di sisi lain, Pangeran Antasari makin giat melakukan perlawanan, terlebih setelah mendengar kabar tentang diasingkannya saudara sepupunya, yaitu Pangeran Hidayat ke Jawa. Kemahirannya dalam pertempuran cukup memberi kepercayaan kepada para pengikut atas kepemimpinannya, seperti pada waktu ia mempertahankan benteng Tundakan pada tanggal 24 September 1861 bersama dengan kawan-kawan seperjuangannya, yaitu Pangeran Miradipa dan Tumenggung Mancanegara.
Demikian pula waktu ia bersama dengan Gusti Umar dan Tumenggung Surapati bertempur mempertahankan benteng di Gunung Tongka pada tanggal 8 November 1861. Karena kepercayaan ini maka pada tanggal 14 Maret 1862 rakyat mengangkat Pangeran Antasari sebagai pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Tentu gelar tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap kepemimpinan Pangeran Antasari. Ia masih terus memimpin perlawanan terhadap Belanda sampai pada saat meniggalnya pada tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu Teweh, tempat pertahanannya yang cukup kuat.
Setelah meninggalnya Pangeran Antasari perlawanan rakyat masih terus berlangsung dipimpin oleh teman-temang seperjuangan dan putra-putranya. Kyai Demang Leman terus mengadakan perlawanan secara gerilya di sekitar Martapura. Aminullah memusatkan operasinya diperbatasan Pasir, sedangkan Pangeran Prabu Anum bergerilya di daerah Amandit. Demikian pula sekitar Khayahan Atas tetap tidak aman bagi Belanda karena gangguan dari para gerilyawan.
Akhirnya, Belanda menyadari bahwa kekuatan perlawanan terletak pada para pemimpin-pemimpin mereka. Oleh karena itu para pemimpin selalu dicari untuk ditangkap ataupun dibunuh, seperti halnya usaha untuk menangkap Demang Leman, atas bantuan kepala pelarian orang-orang Jawa, Kyai Demang Leman dan kawan-kawan seperjuangannya yaitu Tumenggung Aria Pati dapat ditemui Pangeran Syarif Hamid, dan Pangeran Syarif Hamid dijadikan alat oleh Belanda untuk menangkap Kyai Demang Leman dan dijanjikan kepadanya akan dijadikan raja di Batu. Kyai Demang Leman akhirnya dapat ditangkap dan pada tanggal 17 Februari 1864 dibawa ke Martapura untuk menjalankan hukuman gantung. Dengan tertangkap dan meninggalnya Kyai Demang Leman maka pihak pejuang kehilangan salah seorang pemimpin yang berani.

Perlu diketahui, sosok singkat tentang Kiai Demang Lehman ialah salah seorang panglima perang dalam Perang Banjar. Gelar Kiai Demang merupakan gelar untuk pejabat yang memegang sebuah lalawangan (distrik) di Kesultanan Banjar. Demang Lehman semula merupakan seorang panakawan (ajudan) dari Pangeran Hidayatullah sejak tahun 1857. Demang Lehman lahir di Martapura pada tahun sekitar 1837, mula-mula bernama Idis. Oleh karena kesetiaan dan kecakapannya dan besarnya jasa sebagai panakawan dari Pangeran Hidayatullah , dia diangkat menjadi Kiai sebagai Kepala Distrik Riam Kanan. Dan ia pun meninggal di Martapura tanggal 27 Februari1864 pada umur 32 tahun.
 

     B.  Faktor Demang Lehman Turut Serta Dalam Perang Banjar
Abad ke-19 adalah abad kolonialisme dan imperialisme modern. Hal ini terjadi akibat revolusi industri yang berkembang pesat setelah ditemukannya teknologi baru yaitu mesin uap pada kapal api, kereta api dan pabrik-pabrik yang menggunakan mesin uap, cepat merubah keadaan dunia. Sebagian daerah kapal-kapal Belanda yang berlayar ke Indonesia atau berlayar interkontinental saja, baik kapal-kapal perang Pemerintah Hindia Belanda maupun kapal dagang sipilnya, memerlukan batu bara untuk bahan bakar mesinnya. Batubara itu di import dari Eropa dan biayanya mahal. Kemudian Belanda mengetahui bahwa di wilyah Kerajaan Banjar terdapat batubara yang ditambang oleh rakyat secara tradisional. Kerajaan Banjar sejak tahun 1787 M merupakan tanah pinjaman VOC kepada raja-raja Banjar, oleh pihak Belanda dipaksa untuk memberikan konsesi penambangan pada Pemerintah Hindia Belanda dan setelah dipaksa baru mendapatkan konsesi pada tahun 1846 M.
Daerah Riam Kanan ternyata penuh dengan lapisan-lapisan batu bara. Tetapi sebagai tanah lungguh ia adalah milik Mangkubumi Kerajaan. Akhirnya pada tahun 1849 M berdirilah tambang batubara, yang diberi nama Oranje Nassau. Tambang batu bara ini dibuka oleh Gubernur Jenderal Ruchussen pada tanggal 21 September 1849 M. Pada tanggal 29 September 1849 Ruchussen menulis surat rahasia kepada Residen Gallois di Banjarmasin mengenai tambang batu bara itu, yang isinya antara lain:

a) Selama Sultan aktif pada kewajibannya dan tak menghambat produksi tambang batubara, Belanda akan tetap bersahabat, menolong dan melindunginya.
b) Sangat menginginkan daerah tambang tersebut dan Martapura menjadi wilayah Belanda dengan cara membelinya dari Sultan.
c) Ibukota Kerajaan dipindahkan ke Negara. Politik untuk mengambil alih wilayah tembang batubara di Pengaron dan ibukota Martapura ini, baru bisa dijalankan setelah Sultan Adam meninggal dunia, dan penggantinya yang sedapat mungkin pro dengan pihak Belanda.
Kemudian, Pada tahun 1825 M Sultan Adam naik tahta Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar menjalankan sistem pemerintahan dyarchi.5 Dibawah Sultan, putra mahkota diangkat sebagai Sultan Muda, menjadi pembantunya selain dari Mangkubumi. Oleh karena itu putra mahkota Abdurrakhman diangkat menjadi Sultan Muda. Pengangkatan ini bertujuan untuk memperkuat kedudukan putra mahkota baik dalam pemerintahan maupun dalam bidang keuangan sehingga jika Sultan meninggal tidak ada lagi orang yang dapat menjatuhkan putra mahkota.
Sedangkan, Sultan Adam oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1826 M diadakan sebuah kontrak baru yang ternyata bertahan sampai penghapusan sepihak Kerajaan Banjar oleh Belanda pada tahun 1860 M. Kontrak itu isinya antara lain adalah:
a)      Pemilihan atas penetapan putra mahkota harus disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda. Demikian pula penunjukan perdana menteri yang bertugas melaksanakan perintah Sultan atas seluruh daerah kekuasaan Kerajaan Banjar.
b)      Tidak ada seluruh wilayahpun yang diperintah Sultan bisa di serahkan kepada pihak lain tanpa seizin Gubernemen.
c)      Sultan, anak-anaknya, dan keluarganya tidak diizinkan menerima surat atau duta dari negara-negara asing, raja-raja lain atau mengirimkannya kepada mereka tanpa memberitahu sebelumnya kepada Residen.
Dalam kontrak ini terdapat sejumlah fasal yang terlihat jelas bertentangan dengan adat Kerajaan Banjar dan merusaknya. Sehingga menimbulkan kemarahan rakyat yang luar biasa, seperti penunjukan putra Mahkota, penunjukan Mangkubumi, penerimaan surat dari negara atau raja lain, atau sebaliknya sebagai negara berkurang kedaulatannya.
Belanda terus ikut campur dalam urusan Kerajaan, ekonomi, dan sosial keagamaan. Setelah sepeninggal Sultan Adam tanggal 1 November 1857 (Amir Hasan Bondan, 1953 : 39), pada tahun 1857 M Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan secara sepihak dengan tidak menghiraukan surat wasiat Sultan Adam yang berisi Pangeran Hidayatullah lah sebagai pengganti ayahnya Sultan Abdurrahman. Pangeran Hidayatullah berhak atas tahta Kerajaan.
 Pengangkatan Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan dalam Kerajaan Banjar menimbulakan banyak kekecewaan di kalangan rakyat, para ulama dan kerabat kraton. Selain itu, Tamjidillah memiliki sifat yang buruk.Ia dikenal gemar mabuk-mabukkan dan senang berjudi, wajar saja bila rakyat tidak menerimanya sebagai pemimpin atas tahta Kerajaan Banjar. Kebencian dan kemarahan rakyat Banjar terhadap pengangkatan Sultan Tamjidillah dan terhadap Pemerintah Hindia Belanda sangatlah besar hingga memuncak, yang pada akhirnya menimbulkan Perang Banjar (Suyono : 2003 : 207).



DAFTAR PUSTAKA

A.  Buku
A.    Gazali Usman. 1998.  Kerajaan Banjar Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.
Amir Hasan Bondan. 1953. Suluh Kerajaan Kalimantan. Banjarmasin: Fajar.
Dudung Abdurahman. 1999. Metode Penelitian sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
H.G  Manyur. 1979. Perang Banjar. Banjarmasin: CV Rapi.
M. Idwar Saleh. 1993. Lukisan Perang Banjar. Banjarmasin: Museum Kalimantan Selatan.
Sartono Kartodirjo. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium sampai Imperium. Jakarta: Gramedia.
 Suyono. 2003. Peperangan Kerajaan di Nusantara ”Penelusuran Kepustak aan Sejarah”. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

B.  Skripsi
Saniyah. “Perang Banjar 1859-1865”. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Adab UIN
Sunan Kalijaga, 1998.

C.  Internet
Devide et impera yaitu politik adu domba, lihat: devide et impera. http://serbasejarah.wordpress.com/2009/03/20”. Diakses 30 Juli 2018. 
Dikutip melalui : http://iandrumer.blogspot.com/2014/03/sejarah-singkat-demang-lehman.html, Pad  01 Agustus 2018, Pukul 11. 56 WITA.






 


 

Peran Demang Lehman Dalam Perang Banjar Peran Demang Lehman Dalam Perang Banjar Reviewed by Sepintas Kabar on August 13, 2018 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.